Tak
henti-hentinya kaum liberal berusaha menghambat kembalinya kaum
muslimin menerapkan Syariat Islam. Salah satunya adalah dengan membuat
kaum muslimin ragu-ragu akan keotentikan Mushhaf al-Qur`an sebagai wahyu
Allah. Jika kaum muslimin telah ragu terhadap orisinalitas al-Qur`an
sebagai wahyu Allah, maka syariat Islam semakin bisa dihambat
penerapannya.
Manusia-manusia jahat itu banyak memanfaatkan ketidaktahuan
masyarakat tentang sejarah penulisan, pengumpulan dan penyalinan
al-Qur`an. Oleh karena itu, sangat penting penyampaian Sejarah
Penulisan, Pengumpulan, dan Penyalinan al-Qur`an.
PENULISAN AL-QUR`AN
Ketika diturunkan satu atau beberapa ayat, Rasul saw langsung
menyuruh para sahabat untuk menghafalkannya dan menuliskannya di hadapan
beliau. Rasulullah mendiktekannya kepada para penulis wahyu. Para
penulis wahyu menuliskannya ke dalam lembaran-lembaran yang terbuat dari
kulit, daun, kaghid, tulang yang pipih, pelepah kurma, dan batu-batu
tipis.
Mengenai lembaran-lembaran ini Allah SWT berfirman:
Rasuulun minallaaHi yatluu shuhufan muthaHHarah
Artinya: (yaitu) seorang utusan Allah (yakni Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (al-Qur`an) (QS. Al-Bayyinah [98]: 2)
Rasulullah saw mengizinkan kaum muslimin untuk menuliskan al-Qur`an berdasarkan apa yang beliau diktekan kepada para penulis wahyu. Rasulullah saw bersabda:
Laa taktubuu ‘annii, wa man kataba ‘annii ghairal qur`aani falyamhuHu
Artinya: Janganlah kalian menulis dari aku. Barangsiapa yang telah menulis dari aku selain al-Qur`an hendaknya ia menghapusnya. (HR. Muslim)
Rasulullah saw tidak khawatir dengan hilangnya ayat-ayat al-Qur`an karena Allah telah menjamin untuk memeliharanya berdasarkan nash yang jelas:
Innaa nahnu nazzalnadz dzikra wa innaa laHu lahaafizhuun
Artinya:Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur`an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr [15]:9)
Rasulullah saw gembira dan ridha dengan al-Qur`an sebagai mukjizat
terbesarnya yang dapat digunakan sebagai hujjah terhadap orang-orang
Arab maupun orang-orang di seluruh dunia.
Ketika Nabi saw wafat, al-Quran secara keseluruhan sudah tertulis
pada lembaran-lembaran, tulang-tulang, pelepah kurma, dan batu-batu
tipis, dan di dalam hafalan para sahabat ra.
* * *
PENGUMPULAN AL-QUR`AN
Di masa pemerintahan Khalifatur Rasul Abu Bakar ash-Shiddiq
ra, terjadi perang Yamamah yang mengakibatkan banyak sekali para
qurra’/ para huffazh (penghafal al-Qur`an) terbunuh. Akibat peristiwa
tersebut, Umar bin Khaththab merasa khawatir akan hilangnya sebagian
besar ayat-ayat al-Qur`an akibat wafatnya para huffazh. Maka beliau
berpikir tentang pengumpulan al-Qur`an yang masih ada di
lembaran-lembaran.
Zaid bin Tsabit ra berkata:
Abu Bakar telah mengirim berita kepadaku tentang korban Perang Ahlul Yamamah. Saat itu Umar bin Khaththab berapa di sisinya.
Abu Bakar ra berkata, bahwa Umar telah datang kepadanya lalu ia berkata:
“Sesungguhnya peperangan sengit terjadi di hari Yamamah dan
menimpa para qurra’ (para huffazh). Dan aku merasa khawatir dengan
sengitnya peperangan terhadap para qurra (sehingga mereka banyak yang
terbunuh) di negeri itu. Dengan demikian akan hilanglah sebagian besar
al-Qur`an.”
Abu Bakar berkata kepada Umar: “Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul saw?”
Umar menjawab: “Demi Allah ini adalah sesuatu yang baik.”
Umar selalu mengulang-ulang kepada Abu Bakar hingga Allah memberikan
kelapangan pada dada Abu Bakar tentang perkara itu. Lalu Abu Bakar
berpendapat seperti apa yang dipandang oleh Umar.
Zaid bin Tsabit melanjutkan kisahnya. Abu Bakar telah mengatakan
kepadaku, “Engkau laki-laki yang masih muda dan cerdas. Kami sekali-kali
tidak pernah memberikan tuduhan atas dirimu, dan engkau telah menulis
wahyu untuk Rasulullah saw sehingga engkau selalu mengikuti al-Qur`an,
maka kumpulkanlah ia.”
Demi Allah seandainya kalian membebaniku untuk memindahkan gunung
dari tempatnya, maka sungguh hal itu tidaklah lebih berat dari apa yang
diperintahkan kepadaku mengenai pengumpulan al-Qur`an.
Aku bertanya: “Bagaimana kalian melakukan perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?”
Umar menjawab bahwa ini adalah sesuatu yang baik. Umar selalu
mengulang-ulang perkataaannya sampai Allah memberikan kelapangan pada
dadaku seperti yang telah diberikanNya kepada Umar dan Abu Bakar ra.
Maka aku mulai menyusun al-Qur`an dan mengumpulkannya dari pelepah
kurma, tulang-tulang, dari batu-batu tipis, serta dari hafalan para
sahabat, hingga aku dapatkan akhir surat at-Taubah pada diri Khuzaimah
al-Anshari yang tidak aku temukan dari yang lainnya, yaitu ayat:
Laqad jaaa`akum rasuulun min anfusikum ‘aziizun ‘alaiHi maa ‘anittum hariishun ‘alaikum bil mu`miniina ra`uufur rahiim
Artinya: Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olenya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah [9]: 128)
Pengumpulan al-Qur`an yang dilakukan Zaid bin Tsabit ini tidak
berdasarkan hafalan para huffazh saja, melainkan dikumpulkan terlebih
dahulu apa yang tertulis di hadapan Rasulullah saw. Lembaran-lembaran
al-Qur`an tersebut tidak diterima, kecuali setelah disaksikan dan
dipaparkan di depan dua orang saksi yang menyaksikan bahwa lembaran ini
merupakan lembaran yang ditulis di hadapan Rasulullah saw. Tidak
selembar pun diambil kecuali memenuhi dua syarat: 1) Harus diperoleh
secara tertulis dari salah seorang sahabat. 2) Harus dihafal oleh salah
seorang dari kalangan sahabat.
Saking telitinya, hingga pengambilan akhir Surat at-Taubah sempat
terhenti karena tidak bisa dihadirkannya dua orang saksi yang
menyaksikan bahwa akhir Surat at-Taubah tsb ditulis di hadapan
Rasululllah saw, kecuali kesaksian Khuzaimah saja. Para sahabat tidak
berani menghimpun akhir ayat tersebut, sampai terbukti bahwa Rasulullah
telah berpegang pada kesaksian Khuzaimah, bahwa kesaksian Khuzaimah
sebanding dengan kesaksian dua orang muslim yang adil. Barulah mereka
menghimpun lembaran yang disaksikan oleh Khuzaimah tersebut.
Demikianlah, walaupun para sahabat telah hafal seluruh ayat
al-Qur`an, namun mereka tidak hanya mendasarkan pada hafalan mereka
saja.
Akhirnya, rampung sudah tugas pengumpulan al-Qur`an yang sangat berat
namun sangat mulia ini. Perlu diketahui, bahwa pengumpulan ini bukan
pengumpulan al-Qur`an untuk ditulis dalam satu mushhaf, tetapi sekedar
mengumpulkan lembaran-lembaran yang telah ditulis di hadapan Rasulullah
saw ke dalam satu tempat.
Lembaran-lembaran al-Qur`an ini tetap terjaga bersama Abu Bakar
selama hidupnya. Kemudian berada pada Umar bin al-Khaththab selama
hidupnya. Kemudian bersama Ummul Mu`minin Hafshah binti Umar ra sesuai wasiat Umar.
* * *
PENYALINAN AL-QUR`AN
Kemudian datanglah masa pemerintahan Amirul Mu`minin Utsman bin Affan ra. Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Hudzaifah melihat penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab.
Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh
penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an
dengan bacaan Abdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang
tidak pernah didengar oleh penduduk Syam. Implikasi dari fenomena ini
adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan di antara sesama muslim.
Perbedaan bacaan tersebut juga terjadi antara penduduk Kufah dan
Bashrah.
Hudzaifah pun marah. Kedua matanya merah.
Hudzaifah berkata, “Penduduk Kufah membaca qiraat Ibnu Mas’ud,
sedangkan penduduk Bashrah membaca qiraat Abu Musa. Demi Allah jika aku
bertemu dengan Amirul Mu`minin, sungguh aku akan memintanya untuk
menjadikan bacaan tersebut menjadi satu.”
Sekitar tahun 25 H, datanglah Huzaifah bin al-Yaman menghadap Amirul Mu`minin Utsman bin Affan di Madinah.
Hudzaifah berkata, “Wahai Amirul Mu`minin, sadarkanlah umat ini
sebelum mereka berselisih tentang al-Kitab (al-Qur`an) sebagaimana
perselisihan Yahudi dan Nasrani.”
Utsman kemudian mengutus seseorang kepada Hafshah agar Hafshah
mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an yang ada padanya kepada Utsman
untuk disalin ke dalam beberapa mushhaf, dan setelah itu akan
dikembalikan lagi.
Hafshah pun mengirimkan lembaran-lembaran al-Qur`an itu kepada Utsman.
Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf.
Utsman bertanya, “Siapa yang orang yang biasa menulis?”
Dijawab, “Penulis Rasulullah saw adalah Zaid bin Tsabit.”
Utsman bertanya lagi, “Lalu siapa oang yang paling pintar bahasa Arabnya?”
Dijawab, “Said bin al-‘Ash.
Utsman kemudian berkata, “Suruhlah Said untuk mendiktekan dan Zaid untuk menuliskan al-Qur`an.”
Saat proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”.
Seperti diketahui, yang mendiktekannya adalah Said bin al-Ash dan
yang menuliskannya adalah Zaid bin Tsabit. Semua dilakukan di hadapan
para sahabat. Ketika Said bin al-Ash mendiktekan kata at-Taabuut maka
Zaid bin Tsabit menuliskannya sebagaimana ditulis oleh kaum Anshar yaitu
at-Taabuuh, karena memang begitulah menurut bahasa mereka dan begitulah
mereka menuliskannya. Tetapi anggota tim lain memberitahukan kepada
Zaid bahwa sebenarnya kata itu tertulis di dalam lembaran-lembaran
al-Qur`an dengan Ta` Maftuhah, dan mereka memperlihatkannya ke Zaid bin
Tsabit. Zaid bin Tsabit memandang perlu untuk menyampaikan hal itu
kepada Utsman supaya hatinya menjadi tenang dan semakin teguh. Utsman
lalu memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti
dalam lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta` Mahtuhah. Sebab hal
itu merupakan bahasa orang-orang Quraisy, lagi pula al-Qur`an diturunkan
dengan bahasa mereka. Akhirnya ditulislah kata tersebut dengan Ta`
Maftuhah.
Demikianlah, mereka tidak berbeda pendapat selain dari perkara itu,
karena mereka hanya menyalin tulisan yang sama dengan yang ada pada
lembaran-lembaran al-Qur`an, dan bukan berdasarkan pada ijtihad mereka.
Setelah mereka menyalin lembaran-lembaran tersebut ke dalam mushhaf, Utsman segara mengembalikannya kepada Hafshah.
Utsman kemudian mengirimkan salinan-salinan mushhaf ke seluruh
wilayah negeri Islam agar orang-orang tidak berbeda pendapat lagi
tentang al-Qur`an. Jumlah salinan yang telah dicopy sebanyak tujuh buah.
Tujuh salinan tersebut dikirimkan masing-masing satu copy ke kota
Makkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah dan Madinah. Mushhaf inilah
yang kemudian dikenal dengan nama Mushhaf Utsmani.
Utsman kemudian memerintahkan al-Qur`an yang ditulis oleh sebagian
kaum muslimin yang bertentangan dengan Mushhaf Utsmani yang mutawatir
tersebut untuk dibakar.
Pada masa berikutnya kaum muslimin menyalin mushhaf-mushhaf yang lain
dari mushhaf Utsmani tersebut dengan tulisan dan bacaan yang sama
hingga sampai kepada kita sekarang.
Adapun pembubuhan tanda syakal berupa fathah, dhamah, dan kasrah
dengan titik yang warna tintanya berbeda dengan warna tinta yang dipakai
pada mushhaf yang terjadi di masa Khalifah Muawiyah dilakukan untuk menghindari kesalahan bacaan bagi para pembaca al-Qur`an yang kurang mengerti tata bahasa Arab. Pada masa Daulah Abbasiyah,
tanda syakal ini diganti. Tanda dhamah ditandai dengan dengan wawu
kecil di atas huruf, fathah ditandai dengan alif kecil di atas huruf,
dan kasrah ditandai dengan ya` kecil di bawah huruf.
Begitu pula pembubuhan tanda titik di bawah dan di atas huruf di masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan dilakukan untuk membedakan satu huruf dengan huruf lainnya.
Dengan demikian, al-Qur`an yang sampai kepada kita sekarang adalah
sama dengan yang telah dituliskan di hadapan Rasulullah saw. Allah SWT
telah menjamin terjaganya al-Qur`an. Tidak ada orang yang berusaha
mengganti satu huruf saja dari al-Qur`an kecuali hal itu akan terungkap.
Allah SWT berfirman:
Innaa nahnu nazzalnadz dzikra wa innaa laHu lahaafizhuun
Artinya: Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur`an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Oleh karena itu, tidak perlu kita ragu-ragu terhadap orisinalitas
al-Qur`an. Tak perlu kita terprovokasi tipu daya orang-orang liberal
yang berupaya membuat kita ragu-ragu terhadap al-Qur`an. Orang-orang
liberal itu memang telah berguru kepada para orientalis yang mempelajari
al-Qur`an bukan untuk mengimaninya, bukan untuk menerapkan hukum-hukum
yang ada di dalamnya. Mereka mempelajari al-Qur`an untuk mencari-cari
cara agar bisa melemahkan aqidah umat Islam. Semoga Allah menghancurkan
rencana-rencana mereka. Semoga Allah membuat sakit yang ada pada hati
mereka semakin parah dan semakin parah. Semoga Allah segera membinasakan
mereka karena sakit itu. Amin ya Allah ya Mujiibas saa`iliin.[]
Source : http://mediaislamnet.com/2010/08/sejarah-penulisan-pengumpulan-dan-penyalinan-al-quran/
0 komentar:
Posting Komentar