Ditulis oleh : Agustianto
Dalam
literatur Islam, sangat jarang ditemukan tulisan tentang sejarah
pemikiran ekonomi Islam atau sejarah ekonomi Islam. Buku-buku sejarah
Islam atau sejarah peradaban Islam sekalipun tidak menyentuh sejarah
pemikiran ekonomi Islam klasik. Buku-buku sejarah Islam lebih dominan
bermuatan sejarah politik.
Kajian
yang khusus tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam adalah tulisan
Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi yang berjudul, Muslim Economic
Thinking, A Survey of Contemporary Literature , dan Artikelnya berjudul
History of Islamic Economics Thought . Buku dan artikel tersebut ditulis
pada tahun 1976. Paparannya tentang studi historis ini lebih banyak
bersifat diskriptif. Ia belum melakukan analisa kritik, khususnya
terhadap “kejahatan” intelektual yang dilakukan ilmuwan Barat yang
menyembunyikan peranan ilmuwan Islam dalam mengembangkan pemikiran
ekonomi, sehingga kontribusi pemikiran ekonomi Islam tidak begitu
terlihat pengaruhnya terhadap ekonomi modern. Tulisan ini selain akan
memaparkan sejarah pemikiran ekonomi Islam juga akan menyingkap
bagaimana transmisi ilmu ekonomi Islam klasik ke dunia Barat (pemikir
ekonomi barat) serta bagaimana kontribusi ekonomi Islam terhadap ekonomi
modern.
Menurut
Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, pemikiran ekonomi Islam adalah
respons para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada
masa mereka. Pemikiran ekonomi Islam tersebut diilhami dan dipandu oleh
ajaran Al-Quran dan Sunnah juga oleh ijtihad (pemikiran) dan pengalaman
empiris mereka.
Pemikiran
adalah sebuah proses kemanusiaan, namun ajaran Al-quran dan sunnah
bukanlah pemikiran manusia. Yang menjadi objek kajian dalam pemikiran
ekonomi Islam bukanlah ajaran Al-quran dan sunnah tentang ekonomi tetapi
pemikiran para ilmuwan Islam tentang ekonomi dalam sejarah atau
bagaimana mereka memahami ajarean Al-Quran dan Sunnah tentang ekonomi.
Obyek pemikiran ekonomi Islam juga mencakup bagaimana sejarah ekonomi
Islam yang terjadi dalam praktek historis. Dengan demikian, tulisan ini
hanya fokus kepada kajian historis, yakni bagaimana usaha manusia dalam
menginterpretasi dan mengaplikasikan ajaran Alquran pada waktu dan
tempat tertentu dan bagaimana orang-orang dahulu mencoba memahami dan
mengamati kegiatan ekonomi juga menganalisa kebijakan-kebijakan ekonomi
yang terjadi pada masanya.
Jadi,
cakupan sejarah pemikiran ekonomi Islam dalam tulisan ini ialah,
pertama, mengkaji bagaimana pemikiran para ilmuwan Islam sepanjang
sejarah. kedua, membahas sejarah ekonomi Islam yang terjadi secara
aktual.
Apresiasi
para sejarawan dan ahli ekonomi terhadap kemajuan kajian ekonomi Islam
sangat kurang dan bahkan terkesan mengabaikan jasa-jasa ilmuwan muslim.
Hal itu terlihat pada buku-buku sejarah pemikiran ekonomi yang ditulis
baik oleh penulis Barat maupun penulis Indonesia. Buku Perkembangan
Pemikiran Ekonomi tulisan Deliarnov misalnya, sama sekali tidak
memasukkan pemikiran para ekonom muslim di abad pertengahan, padahal
sangat banyak ilmuwan muslim klasik yang memiliki pemikiran ekonomi yang
amat maju melampaui ilmuwan-ilmuwan Barat, sebagaimana yang akan
terlihat nanti pada uraian mendatang. Demikian pula buku sejarah Ekonomi
tulisan Schumpeter History of Economics Analysis, dan Sejarah Pemikiran
Ekonomi (terjemahan), tulisan penulis Belanda Zimmerman, sama sekali
tidak memasukkan pemikiran ekonomi para pemikir ekonomi Islam.
Dengan
demikian sangat tepat jika dikatakan bahwa buku-buku sejarah pemikiran
ekonomi (konvensional) yang banyak ditulis itu sesungguhnya adalah
sejarah ekonomi Eropa, karena hanya menjelaskan tentang pemikiran
ekonomi para ilmuwan Eropa.
Sejarah
membuktikan bahwa Ilmuwan muslim pada era klasik telah banyak menulis
dan mengkaji ekonomi Islam tidak saja secara normatif, tetapi juga
secara empiris dan ilmiah dengan metodologi yang sistimatis, seperti
buku Ibnu Khaldun (1332-1406) dan Ibnu Taymiyah, bahkan Al-Ghazali
(w.1111) Al-Maqrizi . Selain itu masih banyak ditemukan buku-buku yang
khusus membahas bagian tertentu dari ekonomi Islam, seperti, Kitab
Al-Kharaj karangan Abu Yusuf (w.182 H/798 M), Kitab Al-Kharaj karangan
Yahya bin Adam (.w.203 H), Kitab Al-Kharaj karangan Ahmad bin Hanbal
(w.221 M), Kitab Al-Amwal karangan Abu ’Ubaid ( w.224 H ), Al-Iktisab fi
al Rizqi, oleh Muhammad Hasan Asy-Syabany. (w.234 H).
Masih
banyak lagi buku-buku lainnya, baik yang secara khusus berbicara
tentang ekonomi ataupun buku-buku fikih yang hanya membahas
masalah-masalah hukum ekonomi. Buku-buku tersebut sarat dengan kajian
ekonomi, seperti kebijakan moneter, fiskal (zakat dan pakak), division
of labour, fungsi uang, mekanisme pasar, monopoli, perburuhan,
pengaturan usaha individu dan perserikatan, lembaga keuangan (baitul
mal), syairafah (semacam Bank Devisa Islam). Mereka juga ada yang
membahas kajian ekonomi murni, ekonomi sosial, ekonomi politik,
Spengler mengungkapkan kajian-kajian mereka sebagaimana yang ditulis Abbas Mirakhor :
”The last three are spanish Muslim with whose works the scholastics were familiar, All these authors date between the ninth through fourteenth centuries. The economic ideas discussed by Spengler as having been dealt with by the Muslim scholars named are ideas on : taxation, market regulation, usury, permissible economic behaviour, wages, price, division of labour, money as medium of axchange and as unit of account, admonition againts debasement of money, coinage, price fluctuations, and finally ethical prescriptions regarding observance of the “mean” in economic behaviour.”
”The last three are spanish Muslim with whose works the scholastics were familiar, All these authors date between the ninth through fourteenth centuries. The economic ideas discussed by Spengler as having been dealt with by the Muslim scholars named are ideas on : taxation, market regulation, usury, permissible economic behaviour, wages, price, division of labour, money as medium of axchange and as unit of account, admonition againts debasement of money, coinage, price fluctuations, and finally ethical prescriptions regarding observance of the “mean” in economic behaviour.”
Dari
kutipan di atas terlihat bahwa pemikiran ekonomi Islam di zaman klasik
sangat maju dan berkembang sebelum para ilmuwan barat membahasnya di
abad 18-19. Fakta ini harus diperhatikan para ahli ekonomi kontemporer
tidak saja ekonom muslim tetapi juga yang non muslim di seluruh dunia.
Bpk. Agustianto |
Konstribusi Ekonomi Islam untuk Ekonomi Modern
Dalam tiga dekade belakangan ini, kajian dan penelitian ekonomi Islam kembali berkembang. Berbagai forum internasional tentang ekonomi Islam telah sering dan banyak digelar di berbagai negara, seperti konferensi, seminar, simposium, dan workshop. Puluhan para doktor dan profesor ekonomi Islam yang ahli dalam ekonomi konvensional dan syari’ah, tampil sebagai pembicara dalam forum-forum tersebut.
Dalam tiga dekade belakangan ini, kajian dan penelitian ekonomi Islam kembali berkembang. Berbagai forum internasional tentang ekonomi Islam telah sering dan banyak digelar di berbagai negara, seperti konferensi, seminar, simposium, dan workshop. Puluhan para doktor dan profesor ekonomi Islam yang ahli dalam ekonomi konvensional dan syari’ah, tampil sebagai pembicara dalam forum-forum tersebut.
Dari
kajian mereka ditemukan bahwa teori ekonomi Islam, sebenarnya bukan
ilmu baru ataupun ilmu yang diturunkan secara mendasar dari teori
ekonomi modern yang berkembang saat ini. Fakta historis menunjukkan
bahwa para ilmuwan Islam zaman klasik, adalah penemu dan peletak dasar
semua bidang keilmuan, termasuk ilmu ekonomi.
Karena
itu adalah logis, bila Adiwarman Azwar karim, mengatakan bahwa
teori-teori ekonomi modern yang saat ini dipelajari di seluruh dunia,
merupakan pencurian dari teori-teori yang ditulis oleh para ekonom Barat
yang melakukan plagiat tanpa menyebut rujukan yang berasal dari
kitab-kitab klasik tentang ekonomi Islam.
Muhammad
Nejatullah Ash-Shiddiqy, dalam bukunya Muslim Economic Thingking atau
dalam artikelnya History of Islamic Economics Thought belum menjelaskan
adanya benang merah antara pemikiran ekonomi Islam yang demikian maju
dengan kebangkitan pemikiran ekonomi Barat. Karena itu tulisan ini perlu
menunjukkan adanya benang merah tersebut.
Dalam
Encyclokipaedia Britania, Jerome Ravetz berkata, ”Eropa masih berada
dalam kegelapan, sehingga tahun 1000 Masehi di mana ia dapat dikatakan
kosong dari segala ilmu dan pemikiran, kemudian pada abad ke 12 Masehi,
Eropa mulai bangkit. Kebangkitan ini disebabkan oleh adanya
persinggungan Eropa dengan dunia Islam yang sangat tinggi di Spanyol dan
Palestina, serta juga disebabkan oleh perkembangan kota-kota tempat
berkumpul orang-orang kaya yang terpelajar
Joseph
Schumpeter dalam buku History of Economics Analysis, Oxford University,
1954, mengatakaan, adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi
selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai dark ages . Masa
kegelapan Barat tersebut sebenarnya adalah masa kegemilangan Islam.
Ketika
Barat dalam suasana kegelapan dan keterbelakangan itu, Islam sedang
jaya dan gemilang dalam ilmu pengetahuan dan peradaban. The dark ages
dan kegemilangan Islam dalam ilmu pengetahuan adalah suatu masa yang
sengaja ditutup-tutupi barat, karena pada masa inilah
pemikiran-pemikiran ekonomi Islam dicuri oleh ekonom Barat. Proses
pencurian itu diawali sejak peristiwa perang salib yang berlangsung
selama 200 tahun, yakni dari kegiatan belajarnya para mahasiswa Eropa di
dunia Islam.
Transmisi ilmu pengetahuan dan filsafat Islam ke Barat telah dicatat dalam sejarah. Dalam hal ini Abbas Mirakhor menulis,
The transmission mechanism of Islamic sciences and philosophy to the Eoropeans has been recorded in the history of thought of these disciplines. It took a variaty of forms. First, during the late elevent and early twelfth centuries, a band of western scholars such as Constantine the African and Adelard of Bath, travel to Muslim countries, learned Arabic and made studies and brought what they could of the newly acquired knowledge with them back to Eorope. For example, one such student Leonardo Fibonacci or leonardo of Pisa (d.1240) who traveled and studied in Bougie in Algeria in the twelfth century , learned arithmatic and mathematic of Al-Khawarizmi and upon his return he wrote his book Liber Abaci in 1202
The transmission mechanism of Islamic sciences and philosophy to the Eoropeans has been recorded in the history of thought of these disciplines. It took a variaty of forms. First, during the late elevent and early twelfth centuries, a band of western scholars such as Constantine the African and Adelard of Bath, travel to Muslim countries, learned Arabic and made studies and brought what they could of the newly acquired knowledge with them back to Eorope. For example, one such student Leonardo Fibonacci or leonardo of Pisa (d.1240) who traveled and studied in Bougie in Algeria in the twelfth century , learned arithmatic and mathematic of Al-Khawarizmi and upon his return he wrote his book Liber Abaci in 1202
Di
sinilah terjadi pencurian ilmu ekonomi Islam oleh Barat. Hal ini telah
banyak dikupas oleh para sejarahwan. Dari teks di atas dapat diketahuai
bahwa dalam abad 11 dan 12 M, sejumlah pemikir Barat seperti Constantine
the African dan delard of Bath melakukan perjalanan ke Timur Tengah,
belajar bahasa Arab dan melakukan studi serta membawa ilmu-ilmu baru ke
Erofa. Leonardo Fibonacci atau Leonardo of Pisa (d.1240), belajar di
Bougioe, Aljazair pada abad ke 12. Ia juga belajar aritmatika dan
matematikanya Al-Khawarizmi. Sekembalinya dari Arab, ia menulis buku
Liber Abaci pada tahun 1202.
Selanjutnya
Abbas Mirakhor menyimpulkan, “The importance of this work is noted by
Harro Bernardelli (!8) who make a case for dating the beginning of
economic analysis in Europe to Leonardo’s Liber Abaci” .
Kemudian
banyak pula mahasiswa dari Itali, Spanyol, dan Prancis Selatan yang
belajar di pusat kuliah Islam untuk belajar matematika, filsafat,
kedokteran, kosmografi, dan ekonomi. Setelah pulang ke negerinya, mereka
menjadi guru besar di universitas-universitas Barat. Pola pengajaran
yang dipergunakan adalah persis seperti kuliah Islam, termasuk kurikulum
serta metodologi ajar-mengajarnya. Universitas Naples, Padua, Salero,
Toulouse, Salamaca, Oxford, Monsptellier dan Paris adalah beberapa
universitas yang meniru pusat kuliah Islam.
Sejarah
juga mencatat bahwa ilmuwan terkemuka Raymond Lily (1223-1315 M),
belajar di universitas Islam. Sepulangnya ke Erofa ia banyak menulis
tentang kekayaan khazanah keilmuan Islam dan selanjutnya mendirikan The
Council of Vienna (1311) dengan lima buah fakultas yang mengajarkan
bahasa Arab sebagai mata kuliah utama. Dengan pengusaan bahasa Arab,
mereka menerjemahkan karya-kaarya Islam ke bahasa latin.
Salah
satu materi yang diterjemahkan adalah berkenaan dengan ilmu ekonomi
Islam. Beberapa penerjemah tersebut antara lain, Michael Scot, Hermaan
the German, Dominic Gusdislavi, Adelard Bath, Constantine the African,
John of Seville, Williem of Luna Gerard of Cremona, Theodorus of
Antioch. Alfred of Sareshel dan banyak lagi deretan penerjemah Barat
yang tak bisa disebutkan di sini. Tapi, beberapa penerjemah Yahudi perlu
juga dipaparkan. Mereka antara lain, Jacob of Anatolio, Jacon ben
Macher, Kalanymus ben kalonymus, Moses ben Salomon, Shem Tob ben Isac of
Tortosa, Salomon Ibn Ayyub, Todros Todrosi, Zerahoyah Gracian, Faraj
ben Salim dan Yacub ben Abbob Marie.
Karya-karya
intelektual muslim yang diterjemahkan adalah karya-karya Al-Kindi,
Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusydi, Al-Khawarizmi, Ibnu
Haytam, Ibnu Hazam, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Bajja, Ar-Razi, Abu ‘Ubaid,
Ibnu Khaldun, Ibnu Taymiyah, dan sebagainya.
Schumpeter
menyebut dua kontribusi ekonom scholastic, Pertama, penemuan kembali
tulisan-tulisan Aristoteles tentang ekonomi. Kedua, towering achievement
(capaian hebat) St.Thomas Aquinas. Scumpeter menulis dalam catatan
kakinya nama Ibnu Sina dan Ibnu Rusydi yang berjasa menjembatani
pemikiran Aristoteles ke St. Thomas. Artinya, tanpa peranan Ibnu Sina
dan Ibnu Rusydi, St.Thomas tak pernah mengetahui konsep konsep
Aristoteles. Karena itu tidak aneh, jika pemikiran St.Thomas sendiri
banyak yang bertentangan dengan dogma-dogma gereja sehingga para
sejarawan menduga St.Thomas mencuri ide-ide itu dari ekonomi Islam.
Dugaan
kuat itu sesuai dengan analisa Capleston dalam bukunya A History of
Medieval Philosofy, New York, 1972, “Fakta bahwa St.Thomas Aquinas
memetik ide dan dorongan dari sumber-sumber yang beragam, cenderung
menunjukkan bahwa ia bersifat eklektif dan kurang orisinil. Sebab kalau
kita melihat doktrin dan teorinya, ia sering mengatakan, “ini sudah
disebut Ibnu Sina” (Avicenna), atau “ini berasal langsung dari
Aristoteles” . Berdasarkan realitas ini kita dapat mengatakan bahwa tak
ada sesungguhnya yang orisinil atau istimewa dari St. Thomas tersebut.
Sekaitan dengan itu Harris dalam bukunya The Humanities, 1959, menulis,
“Tanpa pengaruh peripatetisisme orang Arab, teologi Thomas Aquinas dan
pemikiran filsafatnya tak bisa dipahami” .
Beberapa
pemikiran ekonomi Islam yang disadur ilmuwan Barat antara lain, teori
invisible hands yang berasal dari Nabi Saw dan sangat populer di
kalangan ulama. Teori ini berasal dari hadits Nabi Saw. sebagaimana
disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga
barang di kota Madinah. Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai
berikut :
“Harga
melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan
saran kepada Rasulullah dengan berkata: “ya Rasulullah hendaklah engkau
menetukan harga”. Rasulullah SAW. berkata: ”Sesungguhnya Allah-lah yang
menetukan harga, yang menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat
aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang
pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.”
Dengan
hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih
1160 tahun) mengajarkan konsep invisible hand atau mekanisme pasar dari
pada Adam Smith. Inilah yang mendasasari teori ekonomi Islam mengenai
harga. Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini
menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada mekanisme pasar
yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan
bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang
menentukannya.
Sungguh
menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman ini
dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian bahwa harga pasar
itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum supply and
demand.
Maka
sekali lagi ditegaskan kembali bahwa teori inilah yang diadopsi oleh
Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith dengan nama teori invisible hands.
Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan
(invisible hands). Bukankah teori invisible hands itu lebih tepat
dikatakan God Hands (tangan-tangan Allah).
Selanjutnya
ilmuwan Barat bernama Gresham telah mengadopsi teori Ibnu Taymiyah
tentang mata uang (curency) berkulitas buruk dan berkualitas baik.
Menurut Ibnu Taymiyah, uang berkualitas buruk akan menendang keluar uang
yang berkualitas baik, contohnya fulus (mata uang tembaga) akan
menendang keluar mata uang emas dan perak. Inilah yang disadur oleh
Gresham dalam teorinya Gresham Law dan Oresme treatise.
St.
Thomas menyalin banyak bab dari Al-Farabi. St. Thomas juga belajar di
Ordo Dominican mempelajari ide-ide Al-Gazhali. Teori pareto optimum
diambil dari kitab Nahjul balaghah, karya Imam Ali. Bar Hebraeus,
pendeta Syriac Jacobite Church, menyalin beberapa bab dari kitab Ihya
Ulumuddin, karya al-Gahazali. Pendeta Spanyol Ordo Dominican bernama
Raymond Martini, menyalin banyak bab dari tahafut al-falasifa, dan Ihya
al-Ghazali. Bahkan Bapak ekonomi Barat, Adam Smith (1776) dengan bukunya
The Wealth of Nation diduga keras banyak mendapat inspirasi dari buku
Al-Amwalnya Abu ‘Ubaid (838). Judul buku Adam Smith saja persis sama
dengan judul buku Abu ‘Ubaid yang berjudul Al-Amwal. Hiwalah yang
dipraktekkan sejak zaman Nabi, baru dikenal oleh praktisi perbankan
konvensional tahun 1980-an dengan nama anjak piutang.
Menurut
Dr Sami Hamond, seorang ahli perbankkan dari Yordan, cek pertama
ditarik di dunia ini bukan oleh tukang besi Inggris tahun 1675 di London
sebagaimana disebutkan dalam textbook Barat, tetapi dilakukan oleh
Saifudawlah Al-Hamdani, putra mahkota Aleppo yang berkunjung ke Bagdad
pada abad X Masehi. Penukaran mata uang mengakui keabsahan cek yang
dikeluarkan putera mahkota karena ia mengenal tanda tangannya. Dalam
Encyclopedia of Literates, menurut Hamond, juga diceritakan seorang
penyair bernama Jahtha menerima selembar cek yang ia gagal
menguangkannya. Ini terjadi juga pada abad ke 10 Masehi. Sejarah itu
menunjukkan bahwa pada abad ke 10 yang lalu cek sudah dikenal dalam
ekonomi Islam. Seorang pengelana Persia Naser Kashro yang pergi ke kota
Bashrah pada abad ke 10 M menceritakan, bahwa uang yang dibawanya
diserahkan pada penukar mata uang dan ia menerima kertas berharga,
semacam traveller cheques yang dipakai dalam berbelanja
Selain
contoh di atas masih banyak lagi konsep ekonomi Islam yang ditiru
Barat. Beberapa institusi dan model ekonomi yang ditiru oleh Barat dari
dunia Islam adalah syirkah (lost profit sharing), suftaja (bills of
excahange), hiwalah (Letters of Credit), funduq (specialized large scale
commercial institutions and markets which developed into virtual stock
exchange), yakni lembaga bisnis khusus yang memiliki skala yang besar
yang dikembangkan dalam pasar modal.
Funduq
untuk biji-bijian pertanian dan tekstil ditiru dari Baghdad, Cordova
dan Damaskus. Demikian juga darut tiraz (pabrik yang dibangun oleh
negara untuk usaha eksploitasi tambang besi dan perdagangan besi) di
Spanyol Menurut penjelasan Labib, insitusi yang mirip dengan darut tiraz
adalah institusi ma’una, (sejenis bank privasi yang dibangun di dunia
Islam ditemukan di di Eropa Tengah dengan nama Maona. Insitusi ini
digunakan di Tuscani yang berfungsi sebagai sebuah perusahaan umum yang
mengembangkan dan menggali tambang besi serta melakukan perdagangan besi
tersebut dalam skala yang amat luas. Selanjutnya wilayatul hisbah,
yakni polisi ekonomi (pengawas ekonomi perdagangan) yang sudah ada sejak
masa Rasul Saw, juga ditiru oleh Barat.
Indikasi-indikasi
lain yang menunjukkan pengaruh ekonomi Islam terhadap ekonomi modern
ialah diadopsinya kata credit yang dalam ekonomi konvensional dikatakan
berasal dari credo (pinjaman atas dasar kepercayaan). Credo sebenarnya
berasal dari bahasa Arab “qa-ra-do” yang secara fikih berarti
meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.
Teori
invisible hands yang dikemukakan oleh Adam Smith diduga keras juga
berasal dari teori Islam. Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh
tangan-tangan tidak kelihatan (invisible hands). Harga barang tidak
boleh ditetapkan oleh pemerinth, karena ia tergantung pada hukum supply
and demand.
Invisible hands bagaimanapun mengadopsi hadits Rasulullah Saw yang menjelaskan bahwa Allah-lah yang menentukan harga. Bukankah konsep invisible hands ini lebih tepat dikatakan gods hands. Namun demikian, ekonomi Islam masih memberikan peluang pada kondisi tertentu untuk melakukan intervensi harga (price intervention) bila para pedagang melakukan monopoli dan kecurangan yang menekan dan merugikan konsumen. Menurut Ibnu taymiyah, penetapan harga diperlukan untuk mencegah pedagang menjual makanan atau barang dengan harga sesuka hati dan hanya menjual kepada kelompok tertentu saja.
Invisible hands bagaimanapun mengadopsi hadits Rasulullah Saw yang menjelaskan bahwa Allah-lah yang menentukan harga. Bukankah konsep invisible hands ini lebih tepat dikatakan gods hands. Namun demikian, ekonomi Islam masih memberikan peluang pada kondisi tertentu untuk melakukan intervensi harga (price intervention) bila para pedagang melakukan monopoli dan kecurangan yang menekan dan merugikan konsumen. Menurut Ibnu taymiyah, penetapan harga diperlukan untuk mencegah pedagang menjual makanan atau barang dengan harga sesuka hati dan hanya menjual kepada kelompok tertentu saja.
Indikasi
kuat peniruan teori invisible hands itu terlihat dari uraian-uraian
Adam Smith. Dalam buku monumentalnya The wealth of Nation, ia mengutip
buku Dr. Pocock yang menceritakan bagaimana para pedagang muslim ketika
mereka memasuki suatu kota untuk berdagang. Mereka mengundang makan
orang-orang yang lewat, termasuk orang miskin untuk makan bersama.
Menurut Dr. Pocock, mereka makan bersama dan bersila, serta memulai
makan dengan ucapan bismillah dan mengakhirinya dengan alhamdulillah.
Dengan
kemurahan hati dan kehangatan seperti ini, para pengusaha muslim
mendapatkan relasi dan mengundang simpatik para konsumen, sehingga
kepentingan bisnis mereka tercapai.
Dalam
buku The Wealth of Nation Adam Smith membahas tingkat perekonomian
masyarakat. Ia membedakan tingkat perekonomian masyarakat kepada dua
kategori, pertama bangsa dengan ekonomi terbelakang dan kedua, bangsa
yang ekonominya maju. Masyarakat yang ekonominya terbelakang ditandai
dengan mata pencariannya yang tradisional, seperti pemburu. Sedangkan
masyarakat ekonomi maju, mata pencariannya adalah berdagang. Contoh
masyarakat ekonomi terbelakang adalah masyarakat Indian di Amerika
Utara. Sedangkan contoh masyarakat ekonomi maju adalah bangsa Arab.
Bangsa
Arab yang dimaksudkan Adam Smith tentunya adalah bangsa pedagang di
zaman Rasulullah. Karena dalam penjelasan selanjutnya ia mengatakan
bahwa bangsa yang dipimpin oleh Muhammad dan para generasi sesudahnya.
Dari
paparan Adam Smith terlihat jelas bahwa ia mengakui keunggulan dan
kehebatan ekonomi muslim pada masa lampau. Karena itu kemungkinan besar
secara tak langsung ia telah mengadopsi teori-teori ekonomi Islam.
Indikasinya
menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi Islam zaman pertengahan, sangat
terasa di Inggris, tanah kelahiran Adam Smith, bahkan jauh sebelum ia
lahir. Pada tahun 774 M, Raja Offa yang di Inggeris ketika itu mencetak
koin emas yang merupakan copy langsung (direct copy) dari dinar Islam,
termasuk tulisan Arabnya. Semua tulisan di coin (uang logam) itu adalah
tulisan Arab, kecuali pada satu sisinya tertulis OFFAREX.
Realitas
itu menunjukkan bahwa dinar Islam saat itu merupakan mata uang terkuat
di dunia. Selain itu perekonomian umat Islam jauh lebih maju dari Eropa.
Hal itu menunjukkan bahwa perdagangan internasional muslim telah
menjangkau sampai Eropa Utara.
Pada
tahun 1764, Adam Smith melepaskan jabatan guru besar di Glasgow Inggris
dan memilih karir barunya sebagai penasehat ekonomi Duke of Buccleuch.
Pada periode inilah Smith banyak melakukan perjalanan keluar negeri,
terutama ke Perancis. Di sini ia banyak bertemu dengan para filosof
terkenal.Smith mulai menulis buku The Wealth of Nations ketika beliau
berada di Perancis dan menyelesaikannya tahun 1766, di Kirdcaldy. Dan
sepuluh tahun kemudian baru diterbitkan, yakni tahun 1776. Pada masa itu
di Eropa telah beredar buku-buku terjemahan karya ekonom muslim.
Bahkan, di Perancis Selatan banyak guru besar dengan menerapkan pola pengajaran yang mereka dapatkan dari negeri-negeri muslim.
Paparan
di atas menunjukkan peran ilmuwan muslim sangat signifikan terhadap
kebangkitan intelektualisme Eropa, termasuk dalam pemikiran ekonomi.
Demikian sekelumit uraian tentang kontribusi pemikiran ekonomi Islam
terhadap ekonomi modern.
Copas : http://icmi-na.org/index.php?option=com_content&view=article&id=81%3Asejarah-pemikiran-ekonomi-islam&catid=39%3Aeconomy&Itemid=78&lang=en
0 komentar:
Posting Komentar